Waktu itu kami berempat sedang
mendiskusikan sebuah proyek (dalam istilah kuliah bisa disebut kegiatan yang
merupakan bagian dari program). Saya berkata “keren gan, kita hanya berempat
dan akan mengeksekusi ini, gedung udah dapat ijin, peserta udah, program udah, tanggal
sudah disetujui sama pihak sana, tinggal pengisi acara, siapa yang akan mengisi?,
mencari yang ahli dibidangnya atau ..., “. tiba2 ide yang menyenangkan itu
muncul.
Ide itu muncul dari Firman, sosok
yang ramah , mudah akrab dengan masyarakat, dan entah bagaimana caranya dia mudah
sekali mendapat informasi dari masyarakat. Ide ini berawal dari kegelisahannya saat
kuliah di gedung I, saat melihat mahasiswa kesusahan mencari minum (harus ke Indomaret/lawson/koperasi
Gd. B), dan tentunya saat merasakan sendiri kesusahan tersebut. Kita akan
membuat kantin kejujuran di setiap gedung perkuliahan di STAN, itulah ide
Firman.
Setelah menggunakan ilmu
akuntansi sederhana, dengan asumsi tidak ada uang yang hilang, kami
menyimpulkan ide kantin akan menghasilkan free cash flow yang lebih banyak
daripada proyek lama. Oke kita akan menjadikan proyek ini proyek utama jangka
pendek. Ini seperti colombus yang mencari India timur, tapi kesasar dan
menemukan benua Amerika. :D
Nah masalahnya kami akan membuka
kantin tanpa naungan elemen kampus satupun, tanpa naungan organisasi kampus
satupun, bagaimana caranya? Langsung saja kami bertanya ke Pak Asri (alm). Beliau
sangat mendukung rencana kami, kami jadi makin semangat deh. Beliau berkata mahasiswa
memang harus bisa mencari tambahan uang, realisasi kantin bisa diatur asal ada
tanda tangan dan stempel dari BEM. Alhamdulillah BEM mau menandatangani surat
kami. Menurut saya, Ini adalah bukti bahwa BEM STAN memang mempermudah
mahasiswanya dalam mengembangkan diri sesuai minatnya. Akhirnya kampus
mengijinkan kami menggunakan gedung I dan J, sementara gedung C, D, dan E tidak
diperbolehkan karena sedang di renovasi. Yeee akhirnya ada kantin kejujuran
gedung I dan J.
Ayo kita mulai ceritanya. Apa
yang akan kami jual? Kami akan menjual minuman dan makanan, tetapi kami tidak akan
menjual gorengan. Kami tidak ingin bersaing dengan adik2 kecil yang berjualan
gorengan di kampus kami. Adik-adik kecil tersebut luar biasa, di saat anak lain
istirahat siang dan sore, dia mencari uang untuk keperluan. Sungguh menyedihkan
jika kami mahasiswa STAN yang tidak membantu adek2 tersebut malah bersaing dengan
mereka. Mahasiswa sebaiknya membantu masyarakat, bukan mematikan usaha
masyarakat (termasuk adek2 gorengan). Kami setuju, Alhamdulillah tidak ada
satupun yang berfikir kita akan tetap berjualan gorengan dengan dalih membantu
pembuat gorengan. Alhamdulillah, tidak ada yang berfikir kita menghilangkan
peluang berupa akses menaruh gorengan ke gedung2.
Beberapa hari pertama kami
melakukan semuanya sendiri, kami mengantar beberapa kardus aqua dan makanan,
mengeceknya di siang hari, merapikannya di sore hari, lalu kulakan. Ini tentu
sebuah masalah, ngangkat aqua itu berat lhoo, di tambah lagi ada kegiatan lain yang
harus kami lakukan (misalnya: rapat dan ngajar). Nah akhirnya kami begini: (1)pesen
Aqua dan makanan di toko lalu aqua2nya dianterin sama petugas toko, (2)paginya
barang2 kami dianterin sama bapak2 yang profesinya jual nasi goreng dan
pengumpul barang bekas, (3) sisa makanan dan Aqua kami titipin di gedung CS, (4)
kami cukup menata dan merapikan J.
Dikarenakan bapak yang nganter aqua susah bangun pagi akhirnya kami mencari
pengganti, akhirnya ada tukang becak yang mau melakukannya.
Setelah berjalan beberapa minggu,
kami akhirnya dibantu suatu kepanitiaan yang mempunyai acara ngajak adek2 kecil ke Museum. Mereka yang
menyediakan dan mengurusi makanan, semua keuntungan makanan untuk mereka. Kami juga
akhirnya di bantu dua orang teman hebat yang mengaku ingin punya tambahan aktifitas. Merekalah Dhimas
dan Rizki, dua teman baru kami yang semangat kerjanya tidak diragukan lagi.
Agar tidak terkesan kantin
siluman, maka harus ada yang ditokohkan, harus ada orang yang akan dikenal publik
sebagai pengurus kantin ini. kami semua berkontribusi, namun cukup 1 nama yang
dikenalkan ke publik. Maka dipilihlah Septa, sosoknya yang cekatan, berkomitmen, to the point, dan banyak dikenal
mahasiswa STAN membuat dirinya cocok untuk dikenal sebagai pemain utama usaha
ini.
Kami memulai kantin ini dengan
tujuan yang sama, yakni untuk belajar. Maka kesalahan-kesalahan kami saat mengurus
kantin ini adalah sebuah pelajaran. Nothing
free lunch, termasuk untuk belajar, kami membayar belajar dengan waktu yang
kami curahkan dan hilangnya potensi keuntungan yang seharusnya kami dapatkan. Di
sini pula saya belajar bagaimana memadukan sudut pandang yang berbeda, saya
yang book and planned based + general
view bertemu dengan teman yang just
do it dan detil, . Secara teori ini memang saling melengkapi, namun secara
praktek ini butuh waktu yang melelahkan, dan saya belajar itu di sini. Alhasil sekarang
saya menjadi orang yang memperhatikan detil, terimakasih untuk viewnya kawan ^_^
Nah, ada 1 lagi teman hebat kami,
dialah yang paling bisa melihat “sebentar lagi masalah datang”. Dia yang pertama mengusulkan bahwa kita harus
dibantu oleh orang lain (mulai dari mengantar Aqua), kita tidak akan
mengerjakan ini semua sendiri. Salah satu hal terhebat yang dia miliki adalah
kemampuannya mendengarkan. Saya yakin, tidak ada satu orangpun yang memusuhinya,
atau sekedar sebel dengan sikapnya. Yup, dialah Yufe.
Kebahagiaan terbesar kami adalah
saat melihat kantin tersebut dikerumuni banyak orang, saat mendengar mereka
senang bisa membeli minum di tempat yang dekat, dan saat melihat senyum tukang
becak dan CS gedung. Kami juga senang saat bisa bekerja sama dengan beberapa
mahasiswa lain, menambah persahabatan. Kebahagiaan itu makin lengkap saat
melihat pertambahan angka di laporan keuangan sementara. ^_^
Proyek
ini berjalan 1,5 bulan dan akhirnya kami tutup karena kami tidak bisa menyanggupi
persyaratan yang diberikan oleh pihak kampus (desain kantin harus bagus dan
menyatu dengan arsitektur gedung). Di hari terakhir, jumlah kapitalisasi kantin
mencapai hampir sepuluh kali lipat modal awal (exlude setoran modal karena
setoran modal sudah kami tarik perlahan2). Proyek berakhir, sistem yang sudah running dengan bagus tinggal catatan. Diskusi
ekspansi dan praktek membuat SOP yang kontinyu pun tinggal kenangan. Namun kami
tetap tersenyum, setidaknya kami pernah membuat satu kegiatan di antara
selautan kegiatan mahasiswa STAN.
Selanjutnya kami bermaksud mengadakan
proyek baru. Demi mensukseskan hal tersebut, kami melakukan riset berkali-kali.
Dari riset inilah saya mengerti kenapa pabrik sebesar Toyota mempunyai dana
riset tidak terbatas :D. akhirnya proyek tersebut kami putuskan gagal dan kami
memulai proyek baru lainnya. Mari berdoa kawan semoga proyek baru kami mampu
memberi kemanfaatan kepada sesama dan kami dimudahkan baik dalam merencanakan
maupun mengeksekusinya.
Aamiin.. Sukses gan :)
BalasHapus